Laman

Selasa, 07 Juli 2015

Makhluk yang Bernama Perempuan




Perempuan, memang sudah menjadi topik pembicaraan yang terdengar di mana-mana. Mulai dari gaya hidup, pekerjaan, hingga mereka yang mampu berkecimpung di dunia perpolitikkan atau dunia hukum. Ketika Islam menyinggung tentang perempuan, bahwasannya Islam telah menempatkan laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrahnya. Laki-laki diberikan amanah oleh Allah untuk mencari nafkah dan perempuan memiliki peran dalam  mendidik keluarga, karena hukum asal perempuan adalah seorang ibu dan ia mempunyai hak dalam perlindungan terhadap dirinya.
Perempuan bagaikan permata yang harus dijaga, dan hanya Islam yang memuliakan perempuan. Islam mengajarkan perempuan untuk berperilaku sebagaimana perempuan dengan segala kehormatannya. Islam juga tidak membatasi ruang gerak perempuan untuk berkarya dengan syarat tidak melanggar fitrah dan kewajiban utamanya.
            Perempuan yang menghormati dirinya, ia akan menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, ia akan senantiasa mencintai dirinya dan menghiasi diri dengan perilaku-perilaku yang karimah. Ketika ia berperan sebagai seorang anak, maka hal yang harus dilakukannya adalah berbakti kepada kedua orang tua. Tatkala ia menjadi seorang isteri, maka kewajibannya adalah menghormati suami dan melayani suami dengan baik. Di saat menjadi seorang ibu, maka ia harus mendidik anak-anaknya dengan pengajaran yang baik. Hingga ketika menjadi anggota masyarakat, ia harus menjadi teladan yang baik yang mampu mengubah kondisi lingkungannya menuju perbaikan hidup, terutama perbaikan diri. Dengan demikian, tidak ada larangan bagi perempuan untuk berdakwah.
Perempuan sebagai seorang anak
            Lukman berkata kepada anaknya untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Seorang ibu yang mengandung anaknya selama sembilan bulan – pada umumnya – lalu menyusuinya selama dua tahun, hingga merawatnya dengan segala kasih sayang dan pengorbanannya. Kemudian ayah yang senantiasa mencari nafkah untuk keluarga, menghidupi keluarga dengan keringatnya, tanpa mengenal lelah hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan yang paling utama untuk menyekolahkan anaknya hingga menjadi manusia terdidik. Lalu apakah mereka menginginkan uang kembali atau mengharap balas budi dari anaknya? Tentu saja tidak demikian. Hanya melihat anaknya tersenyum dan menjadi manusia yang diharapkannya, itu sudah membuat bahagia bagi para orang tua. Mereka akan ikhlas karena merasa telah berhasil melaksanakan amanah dalam mendidik anak-anaknya menjadi orang-orang sholeh dan sholehah. Sudah sepantasnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama anak perempuan yang nantinya akan merasakan peran sebaga seorang ibu. Jadi, perintahnya sudah jelas yaitu berbakti dan tidak menyakiti hati orang tua.
Perempuan sebagai seorang isteri
            Setiap manusia yang ada di bumi ini adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Begitupun perempuan, ia adalah pemimpin dalam mengatur kehidupannya sebagai seorang isteri. Seorang isteri yang baik, ia akan menjaga nama baik keluarga,  terutama nama baik suaminya. Ia tidak akan pergi ke mana-mana tanpa seizin dari sang suami, ia takkan berani mempersilahkan tamu laki-laki memasuki rumahnya tanpa izin dari suaminya. Begitupun dalam menjaga kehormatan dirinya sebagai seorang perempuan. Seorang isteri harus mampu melayani suami dengan pelayanan terbaiknya. Melayani juga merupakan salah satu tugas seorang pemimpin, karena pemimpin itu tidak selamanya harus memerintah.
            Apakah seorang isteri harus melakukan perintah dari suami dalam hal kemunkaran? Pengecualian dalam hal ini. Ketika sorang suami memerintahkan kepada isterinya untuk melakukan kemunkaran, maka seorang isteri berhak menolaknya. Ia juga berhak membela dirinya, karena tidak ada ketaatan dalam hal kemunkaran.
Perempuan sebagai seorang ibu
            Anak adalah amanah dari Tuhan, maka siapa yang diberikan tanggung jawab ia harus melaksanakannya. Menjadi seorang ibu merupakan tugas mulia bagi semua perempuan. Dengan hadirnya seorang anak, ia akan dituntut untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang baik. Menjadi seorang ibu juga bukan perkara yang mudah, karena ia dituntut dalam hal kesabaran dan keikhlasan. Ibu adalah orang yang memiliki banyak peluang untuk selalu dekat dengan anak-anaknya, walaupun dalam Alquran lebih banyak disebutkan mengenai percakapan seorang anak dengan ayahnya. Namun, hal ini bukan berarti tugas mendidik anak diserahkan semuanya pada seorang ibu, karena seorang ayah juga harus ikut serta dalam mendidik anak-anaknya.
Perempuan sebagai anggota masyarakat
            Adalah sebuah tindakan yang bijaksana jika seorang perempuan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang ditempatinya. Ia akan bergaul dengan anggota masyarakat lain dengan tidak melanggar eksistensinya sebagai seorang perempuan. Pada dasarnya hak-hak seorang perempuan adalah sama dengan hak dari kaum laki-laki. Islam melindungi agamanya, hartanya, jiwanya, dan kehormatannya sama seperti kaum laki-laki, terutama dalam hal beribadah dan mendapatkan pahala. Sebagaimana dalam Alquran surat an-Nisa ayat 124, yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun”.
            Islam juga memberikan ruang kepada perempuan untuk berperan aktif dalam memajukan masyarakat, terutama untuk memajukan bangsa. Sebagai contoh adalah Khadijah isteri Rasulullah saw. sebagai orang pertama dari kaum hawa yang memeluk Islam dan selalu mendukung dakwah dan perjuangan Rasulullah. Sumayyah sebagai syahidah pertama yang membela Islam dengan keimanan yang kuat dalam hatinya, bahkan rela mengorbankan nyawanya. Kemudian Aisyah binti Abu Bakar yang terkenal sebagai perawi hadits sampai saat ini, dan masih banyak lagi perempuan-perempuan lainnya yang berperan aktif dalam memajukan bangsa.
            Sebagaimana halnya di Indonesia, banyak pahlawan-pahlawan dari golongan perempuan yang telah berjasa dalam perjuangan bangsa pada zaman penjajahan. Misalnya saja seorang tokoh perempuan dari Aceh, yaitu Cut Nyak Dien. Sebagai pejuang perempuan yang memimpin perang di barisan pertama dalam peristiwa perang Aceh dengan Belanda, Cut Nyak Dien tidak pernah mundur bahkan dengan semangatnya yang berapi-api ia melawan Belanda. Atau R.A. Kartini yang juga dikenal sebagai pejuang perempuan karena jasanya dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.
            Terlepas dari kesemuanya itu, bahwa seorang perempuan juga harus melaksanakan perintah dari Allah Swt. terutama dalam hal menutup aurat. Menutup aurat diwajibkan bagi perempuan untuk melindungi dirinya dan kehormatannya. Akan tetapi, pada saat ini masih banyak ditemukan perempuan yang justru mengmbar auratnya atau sekedar menutup tapi tidak menghormati dirinya – seperti perempuan berkerudung, namun berpakaian ketat sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya, dan sebagainya – sehingga bukannya menghindari perhatian, tetapi malah menarik perhatian. Dalam dunia perempuan, menutup aurat adalah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah secara langsung. Dalam Alquran surat al-Ahzab ayat 59 disebutkan: “Hai Rasul, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuan dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
            Dalam penafsiran al-Maraghi (1992: 63) ayat ini dimaknai bahwa Allah Swt. menyuruh Nabi saw. agar memerintahkan wanita-wanita mu’minat dan muslimat, khususnya para isteri dan anak-anak perempuan Beliau, supaya mengulurkan pada tubuh mereka jilbab-jilbab, apabila mereka keluar dari rumah mereka, supaya dapat dibedakan dari wanita-wanita budak.  
            Jelas sekali antara ayat dan penafsirannya, bahwa ketika seorang perempuan keluar dari rumahnya – missal untuk melakukan sebuah aktivitas – maka ia wajib menutupi tubunya dengan pakaian-pakaiannya tanpa memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya yang dapat mengundang fitnah. Lalu bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat mengundang fitnah? Jawabannya dalam firman Allah surat an-Nur ayat 31:
“…. dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,… “
Dalam tafsir al-Maraghi (1992: 179) menjelaskan bahwa ayat tersebut berisi tentang larangan memandang aurat laki-laki dan aurat perempuan yang mereka tidak dihalalkan memandangnya (antara pusar dan lutut). Kemudian tafsiran untuk kata ‘perhiasan’ yaitu perhiasan yang harus disembunyikan seperti gelang tangan, gelang kaki, kalung, mahkota, selempang dan anting-anting, karena semua perhiasan itu terletak pada bagian tubuh (hasta, betis, leher, kepala, dada dan telinga) yang tidak halal untuk dipandang, kecuali oleh orang-orang yang dikecualikan di dalam ayat.
Kemudian perintah selanjutnya setelah melarang menampilkan perhiasan tubuh, yaitu menyembunyikan anggota tubuh tempat perhiasan itu. Hendaklah mereka mengulurkan kudungnya ke dada bagian atas di bawah leher, agar dengan demikian mereka dapat menutup rambut, leher, dan dadanya sehingga tidak sedikit pun dan padanya yang terlihat (al-Maraghi, 1992: 80).
Dengan demikian, kedua ayat tersebut saling berkaitan mengenai perintah berhijab bagi perempuan-perempuan muslimah. dan berhijab pun bukan sekedar menutup saja tapi juga memahami esensi dari menutup aurat itu sendiri. Memakai pakaian yang longgar dan kerudung yang menutupi dada merupakan salah satu caranya. Bukan sebaliknya menutup tapi mengumbar, seperti berkerudung dengan model punuk unta atau berpakaian ketat yang memamerkan lekuk tubuhnya. Padahal pada ahkikatnya yang dimaksud aurat itu sendiri adalah lekukan-lekukan tubuh perempuan yang mampu mengundang syahwat lawan jenisnya. Wallahu a’lam bis shawab.

Sumber Rujukan:

Al-Maragi, A. M. (1992). Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar