I only have a piece of love that is obsolete. Because I've left it dusty. And I've never opened it for twelve years. Now I open it again. And you've become a stranger.
.
"Namaku Matsumoto Akihiko. Boleh kita berkenalan?" Dia menjulurkan tangan kanannya padaku.
Eh, aku terbelalak menatapnya. Kurasa sekarang pupil mataku mengecil dan irisnya melebar, apa mungkin terlihat meski terhalang kacamata yang kupakai. Aku tahu, dia sama sepertiku. Sama-sama orang baru yang mulai bekerja di percetakan ini. Tapi, bagiku dia bukanlah orang baru. Ya, aku yakin itu. Dia tersenyum ramah padaku.
'Namaku Sasaki Mio'. Tentu saja aku mengucapkannya di dalam hati. Entah kenapa lidahku terlalu kelu untuk mengatakannya. Kemudian aku membuat jeda di antara pertanyaan itu.
.
"Sasaki-chan!! Masih ada lima naskah lagi yang harus diselesaikan hari ini!" Tiba-tiba seniorku dibagian editor berteriak memanggilku.
"Oh, ya!" Aku menundukkan kepala sebagai isyarat permintaan maaf pada laki-laki yang berdiri di depanku. Aku segera berlari ke ruang kerjaku.
"Sasaki-chan, aku akan mengedit tiga naskah hari ini. Kau edit dua naskah saja dulu." Seniorku menunjukkan file naskah itu. Kebetulan kami duduk bersebelahan.
Ruangan kerja ini memang tidak begitu rumit. Dalam satu ruangan bisa dibuat empat ruangan kecil. Kebetulan ruangan yang kutempati bersama dengan ruang ilustrator, tempatnya hanya disekat-sekat setinggi bahu orang dewasa saja.
Aku duduk berhadapan dengan layar monitor. tangan kananku menggerak-gerakkan mouse, sesekali jari-jariku menari di atas keyboard atau hanya sekedar memijit 'backspace'.
Entah bagaimana, aku teringat pada laki-laki itu, Matsumoto-kun dan aku merasa kecewa. Dia sama sekali tidak mengingatku. Dua belas tahun yang lalu, memang bukan waktu yang sedikit untuk melupakan seseorang. Padahal aku sangat mengingatnya. Coz, he is my first love and now I just need him to remember me. Itu saja.
Saat itu di sekolah dasar, kami satu kelas. Matsumoto-kun tidak terlalu pintar, bahkan mungkin tingkat kecerdasannya sama denganku. Tapi dia sangat populer dan banyak disukai anak gadis. Di kelasku, semua gadis memperebutkannya kecuali aku. Awalnya aku biasa saja, tidak ada perasaan khusus untuknya. Namun, seirring berjalannya waktu tanpa sadar aku telah memperhatikannya. Matanya yang sipit dengan iris onyx yang tajam, dan kalau tersenyum kedua matanya akan tertutup. Kulitnya yang sedikit kecokelatan, namun dia begitu manis.
Ketika semua teman sekelasku telah menyukainya, mungkin aku gadis yang paling terlambat menyukainya. Saat sebentar lagi hari kelulusan. Aku tidak terlalu ingat apakah kami pernah berbicara sebelumnya atau tidak. Yang kuingat adalah ketika dia menghampiriku dan berkata,
"Sasaki-san, apakah ini penghapus milikmu?" Ekspresi wajahnya datar, tak menyiratkan sesuatu. Tangan kanannya memegang penghapus kecil warna putih. Lalu aku mengambilnya untuk memastikan apakah itu milikku atau bukan.
"Oh, bukan." Lalu ku kembalikan padanya dan ia pun berlalu.
Saat itu, ada rasa senang di hatiku karena Matsumoto-kun menyapaku, tapi di sisi lain aku juga merasa sedih karena tidak bisa dekat dengannya. Dia begitu populer, sedangkan aku hanya seorang gadis yang sulit bersosialisasi. Aku tidak mempunyai kepercayaan diri seperti gadis lainnya. Aku selalu menyendiri, bahkan aku hanya memiliki satu teman baik saja dan itupun yang sebangku denganku.
Lalu ketika pulang sekolah, kebetulan rumah kami satu arah. Karena terburu-buru aku berlari dan kakiku tersandung, aku terjatuh dan Matsumoto-kun sangat melihatku. Aku tidak bisa membayangkan rona wajahku saat itu. Malu sekali. Aku tahu, dia menyunggingkan senyuman padaku, seperti mengejek. Ah, aku tak peduli. Lalu ku bergegas dengan susah payah karena kakiku masih terasa sakit.
"hati-hati."
Yah, aku mendengarnya. Matsumoto-kun berbisik seperti itu ketika aku melewatinya. Saat itu juga angin membelai rambutku. Rasanya aku ingin menangis saja.
Jika orang lain bisa melihat orang yang dicintainya bahagia itu sudah cukup, maka aku tidak ingin seperti itu. Aku ingin orang yang kucintai bahagia bersamaku. Jika perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan, maka lebih baik aku tidak usah jatuh cinta untuk yang kedua kalinya. Dan jika aku berhenti mencintainya karena tidak terbalaskan, itu berarti cintaku tidaklah tulus.
.
.
Aku bek egenn pemirsaaah.. rasanya setahun sekali aku merawat blog-ku yang sudah lumutan ini.
Baiklah itu tidak penting -_-. Yang terpenting sekarang adalah aku merilis kembali cerpen-cerpen rendahan ini T_T, mohon dimaklumi.
Bagi yang sedang searching-searcing cerpen romance, yuk mampir di sini. Wios anggo we sendalna mah, bilih ical *abaikan.
Ini ceritanya sedikit-banyak (subhat banget ya -_-) berasal dari pengalaman manusia biasa yang pernah jatuh cinta.
kira-kira buatin bagian 2 nya jangan yah? :D
#Gambar dari Pinterest
.
"Namaku Matsumoto Akihiko. Boleh kita berkenalan?" Dia menjulurkan tangan kanannya padaku.
Eh, aku terbelalak menatapnya. Kurasa sekarang pupil mataku mengecil dan irisnya melebar, apa mungkin terlihat meski terhalang kacamata yang kupakai. Aku tahu, dia sama sepertiku. Sama-sama orang baru yang mulai bekerja di percetakan ini. Tapi, bagiku dia bukanlah orang baru. Ya, aku yakin itu. Dia tersenyum ramah padaku.
'Namaku Sasaki Mio'. Tentu saja aku mengucapkannya di dalam hati. Entah kenapa lidahku terlalu kelu untuk mengatakannya. Kemudian aku membuat jeda di antara pertanyaan itu.
.
"Sasaki-chan!! Masih ada lima naskah lagi yang harus diselesaikan hari ini!" Tiba-tiba seniorku dibagian editor berteriak memanggilku.
"Oh, ya!" Aku menundukkan kepala sebagai isyarat permintaan maaf pada laki-laki yang berdiri di depanku. Aku segera berlari ke ruang kerjaku.
"Sasaki-chan, aku akan mengedit tiga naskah hari ini. Kau edit dua naskah saja dulu." Seniorku menunjukkan file naskah itu. Kebetulan kami duduk bersebelahan.
Ruangan kerja ini memang tidak begitu rumit. Dalam satu ruangan bisa dibuat empat ruangan kecil. Kebetulan ruangan yang kutempati bersama dengan ruang ilustrator, tempatnya hanya disekat-sekat setinggi bahu orang dewasa saja.
Aku duduk berhadapan dengan layar monitor. tangan kananku menggerak-gerakkan mouse, sesekali jari-jariku menari di atas keyboard atau hanya sekedar memijit 'backspace'.
Entah bagaimana, aku teringat pada laki-laki itu, Matsumoto-kun dan aku merasa kecewa. Dia sama sekali tidak mengingatku. Dua belas tahun yang lalu, memang bukan waktu yang sedikit untuk melupakan seseorang. Padahal aku sangat mengingatnya. Coz, he is my first love and now I just need him to remember me. Itu saja.
Saat itu di sekolah dasar, kami satu kelas. Matsumoto-kun tidak terlalu pintar, bahkan mungkin tingkat kecerdasannya sama denganku. Tapi dia sangat populer dan banyak disukai anak gadis. Di kelasku, semua gadis memperebutkannya kecuali aku. Awalnya aku biasa saja, tidak ada perasaan khusus untuknya. Namun, seirring berjalannya waktu tanpa sadar aku telah memperhatikannya. Matanya yang sipit dengan iris onyx yang tajam, dan kalau tersenyum kedua matanya akan tertutup. Kulitnya yang sedikit kecokelatan, namun dia begitu manis.
Ketika semua teman sekelasku telah menyukainya, mungkin aku gadis yang paling terlambat menyukainya. Saat sebentar lagi hari kelulusan. Aku tidak terlalu ingat apakah kami pernah berbicara sebelumnya atau tidak. Yang kuingat adalah ketika dia menghampiriku dan berkata,
"Sasaki-san, apakah ini penghapus milikmu?" Ekspresi wajahnya datar, tak menyiratkan sesuatu. Tangan kanannya memegang penghapus kecil warna putih. Lalu aku mengambilnya untuk memastikan apakah itu milikku atau bukan.
"Oh, bukan." Lalu ku kembalikan padanya dan ia pun berlalu.
Saat itu, ada rasa senang di hatiku karena Matsumoto-kun menyapaku, tapi di sisi lain aku juga merasa sedih karena tidak bisa dekat dengannya. Dia begitu populer, sedangkan aku hanya seorang gadis yang sulit bersosialisasi. Aku tidak mempunyai kepercayaan diri seperti gadis lainnya. Aku selalu menyendiri, bahkan aku hanya memiliki satu teman baik saja dan itupun yang sebangku denganku.
Lalu ketika pulang sekolah, kebetulan rumah kami satu arah. Karena terburu-buru aku berlari dan kakiku tersandung, aku terjatuh dan Matsumoto-kun sangat melihatku. Aku tidak bisa membayangkan rona wajahku saat itu. Malu sekali. Aku tahu, dia menyunggingkan senyuman padaku, seperti mengejek. Ah, aku tak peduli. Lalu ku bergegas dengan susah payah karena kakiku masih terasa sakit.
"hati-hati."
Yah, aku mendengarnya. Matsumoto-kun berbisik seperti itu ketika aku melewatinya. Saat itu juga angin membelai rambutku. Rasanya aku ingin menangis saja.
Jika orang lain bisa melihat orang yang dicintainya bahagia itu sudah cukup, maka aku tidak ingin seperti itu. Aku ingin orang yang kucintai bahagia bersamaku. Jika perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan, maka lebih baik aku tidak usah jatuh cinta untuk yang kedua kalinya. Dan jika aku berhenti mencintainya karena tidak terbalaskan, itu berarti cintaku tidaklah tulus.
.
.
Aku bek egenn pemirsaaah.. rasanya setahun sekali aku merawat blog-ku yang sudah lumutan ini.
Baiklah itu tidak penting -_-. Yang terpenting sekarang adalah aku merilis kembali cerpen-cerpen rendahan ini T_T, mohon dimaklumi.
Bagi yang sedang searching-searcing cerpen romance, yuk mampir di sini. Wios anggo we sendalna mah, bilih ical *abaikan.
Ini ceritanya sedikit-banyak (subhat banget ya -_-) berasal dari pengalaman manusia biasa yang pernah jatuh cinta.
kira-kira buatin bagian 2 nya jangan yah? :D
#Gambar dari Pinterest